Hobby yang tidak direstui, ini sama sakitnya dengan cinta bertepuk sebelah tangan atau cinta yang tidak mendapat restu. Ingin berhenti, hati tidak rela. Ingin tetap melakukan, tapi, merasa bersalah bagai seorang pencuri. Akhirnya semua jadi serba salah ketika hobby itu berbenturan dengan keinginan orang tua dan itu pernah ku rasakan.
Sejak dulu, aku bukan tipe orang yang aktif. Dari pada kongkow keluyuran, aku lebih suka berdiam diri di kamar sambil membaca buku. Yup, dari kecil aku suka sekali dengan buku, entah itu komik, novel atau pun tabloid. Waktu SMP aku sudah tergila - gila dengan tulisan Agatha Christie berkat novel - novel misterinya dan R.L Stine dengan 'GooseBump'nya. Sampai sekarang pun aku bahkan masih kagum dengan novel - novel lawas semacam 'Seribu Kunang - Kunang di Manhattan, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijn, Atheis, Canting'.
Ketika aku melihat buku, itu seperti aku sedang melihat harta karun. Tapi, sayangnya apa yang aku sukai justru tidak disukai bapakku. Di sini aku bukan bermaksud untuk menjelekkan orang tua, tidak sama sekali. Bagaimana pun aku tahu setiap orang tua hanya menginginkan yang terbaik untuk sang anak, begitu pun dengan orang tuaku. Aku tahu itu, tentu aku tahu. Aku bahkan merasa sangat bersalah ketika aku tidak bisa mengikuti atau melakukan apa yang orang tuaku mau.
Aku suka membaca, tapi, menurut bapak membaca selain buku pelajaran itu tidak ada gunanya. Jika ditanya dimana koleksi buku pertama yang ku miliki, maka jawabnya tak ada. Jika ditanya mana buku yang ku punya ketika aku masih sekolah, jawabnya juga tidak ada. Aku bahkan lupa sejak kapan novel Fredy S-ku dan novel yang ku beli dengan harga murah hilang. Entah dibuang, entah apa. Yang jelas buku - buku itu sudah tidak ada. Jika sekarang setiap bulan aku membeli buku, bisa dikatakan mungkin itu bentuk balas dendam atas buku - buku yang dulu tidak bisa ku miliki.
Dan setelah larangan untuk membaca komik, novel dan lain - lain, apa aku mendengarkan larangan itu? Tidak. Pada kenyataannya aku tetap melakukan hal itu secara diam - diam, seperti seorang pencuri. Sebagai konsekuensi, mataku minus karena membaca dengan penerangan yang tidak bagus. Aku terima itu. Tapi, di sini yang sebenarnya ingin aku sampaikan adalah hati - hati ketika meminta anak untuk tidak melakukan apa yang dia mau. Karena apa? Karena kebanyakan anak justru akan semakin melanggar apa yang diminta sang orang tua. Mereka akan tetap melakukan hal itu diam - diam dan tanpa pengawasan.
Sebagai pengalaman, aku dilarang membaca dan aku justru tetap melakukan itu di belakang orang tuaku. Dan yang harus digaris bawahi di sini adalah tidak semua buku atau komik aman untuk anak - anak dibawah umur. Jujur, selama aku membaca (pengalamanku membaca komik dimulai dari SD) aku sudah menemukan komik - komik nyeleneh atau buku - buku vulgar yang lumayan mengganggu. Sex bebas, incest, homo, bully. Aku membayangkan bagaimana kalau seandainya ada anak selain aku yang dilarang, tapi, tetap melakukan? Bayangkan bagaimana kalau anak - anak membaca buku - buku seperti itu tanpa pengawasan orang dewasa?
Untukku pribadi, meski dulu aku masih bocah, aku tahu hal - hal jelek yang ku lihat di komik itu bukan untuk dicontoh apalagi dilakukan. Para bucin yang ada di komik atau novel itu tidak bisa diikuti gaya hidupnya. Aku masih punya akal sehat untuk membedakan antara yang baik dan buruk. Tapi, apa anak - anak lain punya pikiran yang sama denganku? Apa mereka bisa berpikir jernih lalu hanya mengambil yang baik dan membuang yang buruk?
Sekali lagi aku sama sekali tidak bermaksud menyalahkan orangtuaku. Aku tidak bermaksud membenci. Aku hanya takut larangan mutlak dari para orang tua hanya akan membuat sang anak semakin bertindak jauh tanpa pengawasan. Bagaimana pun juga akan jauh lebih baik ketika anak - anak itu didampingi ketika melakukan apa yang ia suka. Paling tidak, ketika ada sesuatu, ia bisa diberikan arahan. Jika ada yang menyimpang, ia memiliki tempat untuk bertanya.
_Cherry Sakura_
Komentar
Posting Komentar