Setelah beberapa hari berlalu, akhirnya aku mempunyai waktu untuk mampir ke blogku tercinta 🤣🤣🤣. Bukan karena aku sedang sibuk, tapi, karena belakangan ini aku lagi suka - sukanya menonton film. Bahkan dua buku yang sudah lama kubeli sampai hari ini belum ada yang selesai ku baca karena aku lebih memilih untuk menonton film.
Berhubung beberapa hari ini aku sedang sakit kepala, akhirnya aku lebih memilih menonton film berbau Gore. 😌Bukan apa - apa, hanya saja kalau aku sedang sakit kepala dan yang ditonton film sedih - sedih, yang ada sakit kepalanya makin menjadi - jadi karena hidung mampet akibat sesunggukan menangis.
Dan film The Girl Next Door menjadi pilihanku. Di antara film - film yang pernah ku tonton, adegan gore di film ini memang tidak separah adegan di film Hatchet, SAW dan Hostel. Tidak ada adegan cincang mencincang, tidak ada adegan kejar - kejaran dimana karakter psikopatnya membawa kapak atau gergaji mesin. 😭 Meskipun semua itu tidak ada, film ini sukses membuatku merana.
Sebenci - bencinya aku melihat Freddy Krueger dan Jason ketika membantai korbannya, karakter yang bernama Ruth jauh lebih membuatku berandai - andai untuk bisa mencekik lehernya. Sepanjang film berjalan, aku selalu berpikir, kok, bisa ada manusia jahanam seperti Ruth? Apalagi film The Girl Next Door ini terinspirasi dari kisah nyata seorang remaja bernama Sylvia Likens yang juga berakhir tragis di tangan bibi dan sepupunya sendiri.
Film The Girl Next Door ini juga mengingatkanku pada kisah nyata Furuta Junko, seorang siswi SMA yang diculik dan disiksa selama 44 hari. Disiksa, dilecehkan dan dibunuh secara perlahan - lahan tanpa ada seorangpun yang bisa menyelamatkan. Aku benar - benar tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang Sylvia dan Furuta yang harus mengalami siksaan sedemikian beratnya?
Aku tidak habis pikir, kenapa seorang manusia yang seharusnya punya hati bisa melakukan hal sekeji itu pada sesamanya? Kenapa bisa melukai tanpa ada perasaan bersalah? Sumpah, aku sampai frustasi sendiri melihat karakter Ruth. Rasanya benar - benar tidak percaya kalau ada manusia. . . Aah, disebut sebagai manusia pun rasanya sangat tidak pantas. 😫 Yang namanya manusia pasti punya empati. Pasti bisa merasa kasihan. Pasti bisa merasa bersalah. Dan karakter Ruth tidak punya rasa itu. Para pembunuh Sylvia dan Furuta sama sekali tidak memiliki perasaan semacam itu. Mereka semua adalah iblis berwujud manusia.
Meskipun hati rada jengkel ketika menonton film ini dikarenakan banyaknya orang sakit jiwa di dalamnya, tapi, di sisi lain aku merasa bersyukur sudah menonton film kurang ajar ini. Sangat bersyukur karena aku tidak dipertemukan dengan orang - orang sakit jiwa seperti yang ada di dalam film. Tentu saja aku harus bersyukur karena hidup yang kadang selalu ku keluhkan ternyata jauh lebih nyaman dan aman daripada hidup seseorang di luar sana.
Kadang aku berpikir, apakah ada Sylvia lain yang memerlukan pertolongan di luar sana? Apakah ada Furuta lain yang juga belum mendapat pertolongan? Apa monster - monster itu masih berkeliaran melukai dan menyakiti tanpa ada rasa iba? Apa tidak ada malaikat yang bisa menyelamatkan mereka?
Aku paling benci menangis, aku sungguh tidak suka menangis, tapi, ketika menonton film The Girl Next Door dan membaca kisah Sylvia maupun Furuta, tanpa sadar pertahanan itu runtuh. Hati rasanya ikut hancur membayangkan penderitaan mereka. Aku benar - benar berharap tidak ada lagi Sylvia ataupun Furuta yang lain. Aku berharap semoga tidak ada seseorang di luar sana yang hidup dalam siksaan, dalam ketakutan.
Tapi, inilah hidup. Hidup tidak bisa seindah dongeng dimana segala sesuatunya akan happy ending. Ada yang bahagia, ada yang menderita. Ada orang baik, ada juga orang jahat. Ada malaikat dan tentu saja ada iblis. 😤 Bicara soal iblis rasanya aku jadi ingin memaki para pelaku pembunuhan Sylvia dan Furuta, semoga mereka semua membusuk dan terbakar di neraka # Sumpah, rasanya gregetan dan kesal setengah mati. 😡
Awalnya aku menulis ini dengan niat mau mereview film The Girl Next Door, tapi, karena teringat film ini terinspirasi dari kisah nyata, bawaannya jadi jengkel sendiri dan maunya memaki - maki si pelaku kejahatan. 😩 Dan setelah kupikir tak perlulah film ini direview. Lagipula ini film lama yang masanya sudah lewat.
Meskipun film ini masanya sudah lewat, tapi, coba saja ditonton. Memang ada adegan yang agak ganggu menurutku, terutama scene bocah - bocah setan yang ikut - ikutan si Ruth menyiksa dan melecehkan Meg. Sumpah, itu bocah rasanya pengen aku ikat satu - satu di pohon mangga biar dikerubuti semut rangrang # lagi - lagi terbawa emosi.
Setelah menonton film ini, paling tidak kita akan berpikir dua kali sebelum memaki - maki Tuhan dan mengatakan Tuhan memberi hidup yang tidak adil. Jika selama ini kita merasa kita adalah orang yang paling menderita, coba pikirkan bahwa di luar sana ada seseorang yang hidupnya jauh lebih sengsara dari pada yang kita rasakan dan alami. Jangan selalu mengeluh akan hidup yang kita miliki karena mungkin ada seseorang yang mengharapkan hidup seperti yang kita miliki
Dan jika memang kita tidak bisa menjadi malaikat baik hati, paling tidak jangan menjadi iblis yang selalu menebarkan penderitaan dan luka untuk orang lain. Jadilah manusia yang bisa memanusiakan manusia lain sehingga tidak ada lagi Sylvia dan Furuta berikutnya.
Sebenci - bencinya aku melihat Freddy Krueger dan Jason ketika membantai korbannya, karakter yang bernama Ruth jauh lebih membuatku berandai - andai untuk bisa mencekik lehernya. Sepanjang film berjalan, aku selalu berpikir, kok, bisa ada manusia jahanam seperti Ruth? Apalagi film The Girl Next Door ini terinspirasi dari kisah nyata seorang remaja bernama Sylvia Likens yang juga berakhir tragis di tangan bibi dan sepupunya sendiri.
Film The Girl Next Door ini juga mengingatkanku pada kisah nyata Furuta Junko, seorang siswi SMA yang diculik dan disiksa selama 44 hari. Disiksa, dilecehkan dan dibunuh secara perlahan - lahan tanpa ada seorangpun yang bisa menyelamatkan. Aku benar - benar tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang Sylvia dan Furuta yang harus mengalami siksaan sedemikian beratnya?
Aku tidak habis pikir, kenapa seorang manusia yang seharusnya punya hati bisa melakukan hal sekeji itu pada sesamanya? Kenapa bisa melukai tanpa ada perasaan bersalah? Sumpah, aku sampai frustasi sendiri melihat karakter Ruth. Rasanya benar - benar tidak percaya kalau ada manusia. . . Aah, disebut sebagai manusia pun rasanya sangat tidak pantas. 😫 Yang namanya manusia pasti punya empati. Pasti bisa merasa kasihan. Pasti bisa merasa bersalah. Dan karakter Ruth tidak punya rasa itu. Para pembunuh Sylvia dan Furuta sama sekali tidak memiliki perasaan semacam itu. Mereka semua adalah iblis berwujud manusia.
Meskipun hati rada jengkel ketika menonton film ini dikarenakan banyaknya orang sakit jiwa di dalamnya, tapi, di sisi lain aku merasa bersyukur sudah menonton film kurang ajar ini. Sangat bersyukur karena aku tidak dipertemukan dengan orang - orang sakit jiwa seperti yang ada di dalam film. Tentu saja aku harus bersyukur karena hidup yang kadang selalu ku keluhkan ternyata jauh lebih nyaman dan aman daripada hidup seseorang di luar sana.
Kadang aku berpikir, apakah ada Sylvia lain yang memerlukan pertolongan di luar sana? Apakah ada Furuta lain yang juga belum mendapat pertolongan? Apa monster - monster itu masih berkeliaran melukai dan menyakiti tanpa ada rasa iba? Apa tidak ada malaikat yang bisa menyelamatkan mereka?
Aku paling benci menangis, aku sungguh tidak suka menangis, tapi, ketika menonton film The Girl Next Door dan membaca kisah Sylvia maupun Furuta, tanpa sadar pertahanan itu runtuh. Hati rasanya ikut hancur membayangkan penderitaan mereka. Aku benar - benar berharap tidak ada lagi Sylvia ataupun Furuta yang lain. Aku berharap semoga tidak ada seseorang di luar sana yang hidup dalam siksaan, dalam ketakutan.
Tapi, inilah hidup. Hidup tidak bisa seindah dongeng dimana segala sesuatunya akan happy ending. Ada yang bahagia, ada yang menderita. Ada orang baik, ada juga orang jahat. Ada malaikat dan tentu saja ada iblis. 😤 Bicara soal iblis rasanya aku jadi ingin memaki para pelaku pembunuhan Sylvia dan Furuta, semoga mereka semua membusuk dan terbakar di neraka # Sumpah, rasanya gregetan dan kesal setengah mati. 😡
Awalnya aku menulis ini dengan niat mau mereview film The Girl Next Door, tapi, karena teringat film ini terinspirasi dari kisah nyata, bawaannya jadi jengkel sendiri dan maunya memaki - maki si pelaku kejahatan. 😩 Dan setelah kupikir tak perlulah film ini direview. Lagipula ini film lama yang masanya sudah lewat.
Meskipun film ini masanya sudah lewat, tapi, coba saja ditonton. Memang ada adegan yang agak ganggu menurutku, terutama scene bocah - bocah setan yang ikut - ikutan si Ruth menyiksa dan melecehkan Meg. Sumpah, itu bocah rasanya pengen aku ikat satu - satu di pohon mangga biar dikerubuti semut rangrang # lagi - lagi terbawa emosi.
Setelah menonton film ini, paling tidak kita akan berpikir dua kali sebelum memaki - maki Tuhan dan mengatakan Tuhan memberi hidup yang tidak adil. Jika selama ini kita merasa kita adalah orang yang paling menderita, coba pikirkan bahwa di luar sana ada seseorang yang hidupnya jauh lebih sengsara dari pada yang kita rasakan dan alami. Jangan selalu mengeluh akan hidup yang kita miliki karena mungkin ada seseorang yang mengharapkan hidup seperti yang kita miliki
Dan jika memang kita tidak bisa menjadi malaikat baik hati, paling tidak jangan menjadi iblis yang selalu menebarkan penderitaan dan luka untuk orang lain. Jadilah manusia yang bisa memanusiakan manusia lain sehingga tidak ada lagi Sylvia dan Furuta berikutnya.
_Cherry Sakura_
Komentar
Posting Komentar